Dengarkanlah Suara Hati Kami
Kepada Yth. Ponorogo,
22 Juni 2014
Bapak Jokowi
Di Jakarta
Bapak Jokowi
Di Jakarta
Assalaamu’alaykum warohmatulloohi wa barokaatuh
Bapak Jokowi yang dimulyakan Alloh
SWT,
Pripun pawartosipun, Wilujeng Pak? Semoga Bapak sekeluarga sehat selalu dalam lindungan dan limpahan kasih dan nikmat-Nya yang tiada terhingga. Aamiin.
Pripun pawartosipun, Wilujeng Pak? Semoga Bapak sekeluarga sehat selalu dalam lindungan dan limpahan kasih dan nikmat-Nya yang tiada terhingga. Aamiin.
Pertama,
saya sampaikan terimakasih kepada Forum
Rakyat beserta Dewan Juri yang menggagas lomba ini. Sebagai mantan TKI dan
anak seorang buruh tani, saya merasa bahagia sekali mendapat kesempatan baik
untuk menyampaikan aspirasi saya sebagai WNI sehingga dapat berkomunikasi
dengan Bapak Jokowi “My Rising Star”
yang sederhana dan merakyat.
Saya
ucapkan selamat Pak, Bapak telah resmi menjadi calon Presiden dan berkesempatan
besar untuk membangun dan membawa negeri ini ke arah perubahan yang lebih baik.
Sungguh, saya sangat terharu dengan semangat Bapak dalam mendengar suara kami, rakyat yang akan
Bapak pimpin.
Perkenalkan Pak,
nama saya Endang Dewi Supraptina, anak kelima dari enam bersaudara. Saya berasal
dari Madiun, Bapak pasti tahu karena dekat dengan Solo, kota kelahiran Bapak. Orang
tua saya hanyalah buruh tani. Tentunya sudah Bapak bayangkan, berapa banyak
uang yang harus orangtua saya keluarkan setiap harinya untuk menghidupi kami
enam orang anaknya. Alhamdulillah
kami semua mampu mengenyam pendidikan hingga ke jenjang SMA. Meskipun seragam,
buku, dan sepatu yang kami pakai adalah bekas
nilas dari tetangga yang mau menyumbangkannya. Benar-benar beruntung khan
Pak, kami sungguh sangat bersyukur.
Tahukah Bapak, apa yang kami lakukan selain itu? Yah, Bapak mungkin tak menduganya. Saat kami masih berumur tujuh tahun, kami harus ke sawah tetangga membantu orangtua kami menanam padi, mencari kayu untuk dijual, ngasak padi diantara sisa jerami yang akan dibakar, ngarit mencari rumput untuk sapi tetangga dan rentetan kegiatan anak buruh tani yang tidak dilakukan anak seumuran kami tentunya. Berapapun hasilnya, tak masalah asal bisa sedikit membantu orangtua membiayai sekolah kami tentunya. Kami bersyukur, ajaran baik orangtua kami dalam kesederhanaan dan harus selalu mengencangkan ikat pinggang ternyata membuahkan hasil. Meskipun kami harus makan nasi gaplek, sayur garam atau ikan asin. Tapi sungguh, kami terima dengan ikhlas.
Tahukah Bapak, apa yang kami lakukan selain itu? Yah, Bapak mungkin tak menduganya. Saat kami masih berumur tujuh tahun, kami harus ke sawah tetangga membantu orangtua kami menanam padi, mencari kayu untuk dijual, ngasak padi diantara sisa jerami yang akan dibakar, ngarit mencari rumput untuk sapi tetangga dan rentetan kegiatan anak buruh tani yang tidak dilakukan anak seumuran kami tentunya. Berapapun hasilnya, tak masalah asal bisa sedikit membantu orangtua membiayai sekolah kami tentunya. Kami bersyukur, ajaran baik orangtua kami dalam kesederhanaan dan harus selalu mengencangkan ikat pinggang ternyata membuahkan hasil. Meskipun kami harus makan nasi gaplek, sayur garam atau ikan asin. Tapi sungguh, kami terima dengan ikhlas.
Masih teringat jelas dibenak saya,
di waktu malam hari tanpa listrik, kami belajar menggunakan dian, lampu semprong minyak tanah yang
menjadikan dinding dan wajah kami menghitam. Kata ibu saya, butuh perjuangan
untuk menuju benderang, rela berkorban dengan berhitam dan membersihkannya lagi, rela bersabar
dengan segala proses, berani menempa kembali dengan semangat dan berusaha disertai
doa tulus, tanpa berputus asa, hingga akhirnya semangat dian itu terus
benderang, tak pernah padam sepanjang jaman. Yah kesederhanaan itu juga ada
pada diri Bapak Jokowi yang kami cintai selama ini.
Setelah kakak pertama saya lulus SMA, dia bekerja seadanya di BBI Kecamatan (Balai Benih Ikan). Bukan gaji yang diutamakan, tapi ilmu dan pengabdian kepada pemerintah. Kakak terus giat belajar. Sayang, setiap pengangkatan PNS, kakak saya yang loko-loko, mengandalkan ketekunan selalu tersisih kalah dengan anak baru yang bertitel sarjana dan memakai uang pelicin. Dengan sabar kakak menerima keadaan ini, uang memang bisa berbicara. Kenyataannya, KKN sudah menjadi budaya dan adat kebiasaan kaum berdasi di kantoran di negeri ini. Hingga pada 2011, setelah pengabdian hampir 20 tahun kakak saya resmi diangkat menjadi PNS setelah berkali-kali mengikuti tes CPNS.
Dan Bapak tahu apa yang terjadi? Cibiran dari sesama pegawai negeri di kantor yang sirik pun terlontar dari mulut kotor mereka, begitu terngiang pedas karena kakak saya hanya lulusan SMA tapi kok mampu menjadi PNS. Dan karena salah satu alasan itu, meskipun sudah mempunyai istri dan dua orang anak, kakak saya nekad melanjutkan pendidikan lagi di Malang. Ah, sebenarnya tau apa mereka, PNS yang bertabiat buruk itu! Memang mereka keturunan anak orang kaya yang dengan mudah masuk melalui kolusi memberi uang pelicin dan gratifikasi serta nepotisme dengan teman dan kerabat dekat sendiri daripada mengutamakan keahlian dan pengabdian seperti yang kakak saya lakukan. Tapi sudahlah, toh akhirnya kesabaran membuahkan hasil ya Pak. Iya khan? Sama seperti yang Bapak lakukan.
Sebenarnya, seluruh saudara saya termasuk anak berprestasi di sekolah Pak. Tapi, kemiskinan memasung kami. Tak tega rasanya harus memberatkan orangtua kami, sementara adik-adik masih membutuhkan biaya untuk sekolah. Akhirnya, kami harus rela mencari jalan keluar dan ber-estafet bahu-membahu saling membantu. Bingung mencari pekerjaan dengan gaji yang memadai, akhirnya kami pun menjadi TKI, meskipun kata ini sama sekali tak pernah terlintas di dalam mimpi kami. Dimulai kakak kedua saya, diusianya yang masih 18 tahun menuju Singapura dan dilanjutkan ke Taiwan. Lalu kakak ketiga saya ke Taiwan dan Jepang dan saya sendiri ke Taiwan. Usia dan KTP kami bertiga dipalsukan semua Pak, karena waktu itu minimal usia 21 bisa bekerja ke luar negeri. Karena terpaksa, kamipun menurut saja apa kata agen penyalur kerja di PJTKI asal proses lancar dan kami bisa segera bekerja dan mendapatkan uang. Sedangkan kakak keempat dan adik saya lebih memilih mengaji di pondok pesantren, tentunya dengan bantuan kami saudara yang di perantauan ini.
Bapak Jokowi yang saya hormati,
Setelah kakak pertama saya lulus SMA, dia bekerja seadanya di BBI Kecamatan (Balai Benih Ikan). Bukan gaji yang diutamakan, tapi ilmu dan pengabdian kepada pemerintah. Kakak terus giat belajar. Sayang, setiap pengangkatan PNS, kakak saya yang loko-loko, mengandalkan ketekunan selalu tersisih kalah dengan anak baru yang bertitel sarjana dan memakai uang pelicin. Dengan sabar kakak menerima keadaan ini, uang memang bisa berbicara. Kenyataannya, KKN sudah menjadi budaya dan adat kebiasaan kaum berdasi di kantoran di negeri ini. Hingga pada 2011, setelah pengabdian hampir 20 tahun kakak saya resmi diangkat menjadi PNS setelah berkali-kali mengikuti tes CPNS.
Dan Bapak tahu apa yang terjadi? Cibiran dari sesama pegawai negeri di kantor yang sirik pun terlontar dari mulut kotor mereka, begitu terngiang pedas karena kakak saya hanya lulusan SMA tapi kok mampu menjadi PNS. Dan karena salah satu alasan itu, meskipun sudah mempunyai istri dan dua orang anak, kakak saya nekad melanjutkan pendidikan lagi di Malang. Ah, sebenarnya tau apa mereka, PNS yang bertabiat buruk itu! Memang mereka keturunan anak orang kaya yang dengan mudah masuk melalui kolusi memberi uang pelicin dan gratifikasi serta nepotisme dengan teman dan kerabat dekat sendiri daripada mengutamakan keahlian dan pengabdian seperti yang kakak saya lakukan. Tapi sudahlah, toh akhirnya kesabaran membuahkan hasil ya Pak. Iya khan? Sama seperti yang Bapak lakukan.
Sebenarnya, seluruh saudara saya termasuk anak berprestasi di sekolah Pak. Tapi, kemiskinan memasung kami. Tak tega rasanya harus memberatkan orangtua kami, sementara adik-adik masih membutuhkan biaya untuk sekolah. Akhirnya, kami harus rela mencari jalan keluar dan ber-estafet bahu-membahu saling membantu. Bingung mencari pekerjaan dengan gaji yang memadai, akhirnya kami pun menjadi TKI, meskipun kata ini sama sekali tak pernah terlintas di dalam mimpi kami. Dimulai kakak kedua saya, diusianya yang masih 18 tahun menuju Singapura dan dilanjutkan ke Taiwan. Lalu kakak ketiga saya ke Taiwan dan Jepang dan saya sendiri ke Taiwan. Usia dan KTP kami bertiga dipalsukan semua Pak, karena waktu itu minimal usia 21 bisa bekerja ke luar negeri. Karena terpaksa, kamipun menurut saja apa kata agen penyalur kerja di PJTKI asal proses lancar dan kami bisa segera bekerja dan mendapatkan uang. Sedangkan kakak keempat dan adik saya lebih memilih mengaji di pondok pesantren, tentunya dengan bantuan kami saudara yang di perantauan ini.
Bapak Jokowi yang saya hormati,
Jujur, ingin
rasanya kami melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi lagi supaya mudah
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dengan gaji yang sesuai. Tapi apa
nyatanya Pak, beginilah ekonomi keluarga kami. Entah kapan saya bisa memeluk
mimpi itu. Saya tahu biaya pendidikan di negeri ini selangit. Terpaksa kami harus merantau jauh di negeri orang-
seperti ini dan bersatu saling membantu agar terbebas dari kemiskinan dan
kebodohan.
Enak? Tentu saja
tidak Pak. Saya yakin Bapak juga tahu, bagaimana rasanya jauh dari keluarga,
rindu, cemas, takut, kesepian campur aduk
jadi satu. Terlebih bila selalu berada di bawah tekanan orang lain dan bekerja
24 jam pada orang China, bagaikan robot dan tak diperlakukan manusiawi. Tidak
semua teman TKI saya bernasib baik Pak.
Tapi saya
bersyukur, majikan saya baik, saya bisa belajar komputer di masjid dan membaca
buku-buku bacaan di sana. Sungguh, keluarga majikan saya yang penyabar, ulet,
dan melek ilmu, teknologi, dan informasi pun mengizinkan saya berkegiatan
positif seperti ini sehingga tak terasa kontrak saya berlalu begitu cepat dan kini
kembali ke bumi pertiwi ini.
Bapak Jokowi yang baik,
Dengan
kepulangan saya ke tanah air, bukan berarti masalah telah usai. Justru
perjuangan baru dimulai. Dengan modal pas-pasan
yang saya dapat dan bondho nekad, saya
membuka usaha kecil membuka warnet sehat dengan 5 komputer. Saya mengajari anak
SD, SMP, SMA di dekat kami secara gratis, membantu mereka mengerjakan PR dengan
ikhlas. Sayang, modal yang saya gunakan menyurut karena sedikitnya pemasukan
dan kerusakan komputer ditambah dengan banyaknya usaha sejenis dan minimnya
modal, sehingga usaha saya tak berkembang dan kalah saing dengan usaha sebelah
yang bermodal besar. Saya sangat butuh support
moral, spiritual, bimbingan yang bisa memberi saya semangat dan motivasi Pak. Jujur
saja, saya takut bangkrut. Sedangkan untuk meminjam di Bank, saya harus
berfikir berkali-kali karena mengingat bunganya yang terlalu tinggi. Bapak tahu
akan hal itu khan?
Bapak
Jokowi yang arif dan bijaksana,
Mohon dengar keluhan kami Pak, pengusaha kecil yang hanya dipandang sebelah mata ini. Sungguh, saya ingin mandiri berusaha di tanah air yang kata orang subur makmur loh jinawi ini. Sebenarnya saya tak ingin merantau ke luar negeri lagi, terlebih sebagai TKI. Saya ingin selalu dekat dengan anak, suami dan keluarga saya serta membangun usaha dengan harapan mampu mengurangi pengangguran di Negeri ini.
Mohon dengar keluhan kami Pak, pengusaha kecil yang hanya dipandang sebelah mata ini. Sungguh, saya ingin mandiri berusaha di tanah air yang kata orang subur makmur loh jinawi ini. Sebenarnya saya tak ingin merantau ke luar negeri lagi, terlebih sebagai TKI. Saya ingin selalu dekat dengan anak, suami dan keluarga saya serta membangun usaha dengan harapan mampu mengurangi pengangguran di Negeri ini.
Banyak TKI di Taiwan yang beruntung Pak. Berada di Negara kecil
yang indah, rapi, bersih, ramah, rakyat pun mempunyai kesadaran tinggi. Dan
sungguh senang sekali, tempat umum menyediakan fasilitas canggih yang kami
butuhkan. Sehingga ketika di rumah sakit menjaga nenek, saya dapat menggunakan
komputer umum dan internet gratis dan sekarang wifi pun bebas tersebar
dimana-mana. Sungguh, banyak TKI yang dimanjakan dengan fasilitas ini sehingga
kami, TKI merasa betah dan nyaman di sana. Dan ini sangat mendukung bagi saya user internet positif. Indonesia kapan
ya bisa seperti itu Pak?
Ah sudahlah, itu negeri tetangga. Tak mungkin juga kami di sana
terus-menerus, waktu kerja kami dibatasi kontrak. Selain itu, ada anak, suami,
dan orangtua yang sudah renta yang lebih membutuhkan kami.
Bapak Jokowi calon Presiden pilihanku,
Sekarang, di rumah kami, saya mengumpulkan buku-buku bacaan
positif yang saya beli dan telah saya baca sewaktu di Taiwan agar bisa dibaca
banyak orang, mulai dari anak-anak sampai orang tua agar tak ketinggalan
informasi. Meskipun bukunya masih sedikit, tapi sangat berarti bagi kami.
Selain itu, keluarga kami juga dengan ikhlas mengajar putra-putri tetangga
dekat kami untuk belajar mengaji, mendidik generasi penerus berakhlakul
karimah, gratis tanpa memungut biaya
Pak. Semoga ada tangan Tuhan yang baik yang peduli dan memfasilitasi niat baik
kami agar rumah baca di rumah kecil kami mempunyai koleksi buku bacaan yang
banyak lagi, sehingga minat baca generasi penerus ini besar dan terjauh dari
kebodohan yang berdampak pada kemiskinan. Mengapa tak ada perhatian dari
pemerintah untuk Guru Ngaji ya Pak?, padahal sumbangsihnya besar sekali lo
untuk kebaikan negeri ini.
Sudah sejak lama, saya mengamati bantuan beras dan sembako untuk
masyarakat miskin Pak. Saya sangat setuju sekali jika bantuan dapat diberikan
langsung ke yang bersangkutan, sehingga tidak terpotong oleh oknum pejabat yang
tak bertanggungjawab.
Ah … manusia golongan menengah ke atas tidak sedikit yang semakin serakah,
yang kaya juga tega korupsi memakan
batu dan semen untuk aspal jalan dan membuat jembatan. Tragis dan Ironis
sekali. Semua serba dikurangi, hingga jika jalanan dan jembatan cepat rusak,
mereka akan bersorak girang karena berfikir akan mampu memakan lagi dana itu. Astaghfirulloh. Sungguh tega sekali
manusia-manusia tak beradab itu.
Saran saya Pak, bantuan itu lebih baik dalam bentuk ilmu dan permodalan
yang bisa dikembangkan sehingga akan sangat berguna. Jangan hanya melulu untuk
makan sehari, dua hari selanjutnya mereka kebingungan mencari dan akhirnya
mencuri terus dipukuli karena kelaparan. Memberdayakan masyarakat bawah dengan memberikan
pendidikan dan latihan, seminar, dan memberikan permodalan membuat kolam ikan,
peternakan ayam atau sapi misalnya. Daripada sekedar sembako raskin dari beras yang murah yang nantinya juga dijual
kembali untuk membeli lauk orang miskin.
Dan inilah yang terjadi di desa kami, lebih parah lagi sembako
dibagikan pada seluruh warga baik miskin maupun kaya secara bergantian. Lalu
apa gunanya? Miris sekali melihatnya. Kasihan betul dhuafa yang benar-benar
membutuhkannya. Bahkan, jujur saja saya berfikir hal ini memperparah kebudayaan
malas dan selalu berpangku tangan mengandalkan bantuan dari beras bulog yang
diimpor dari Thailand. Sungguh kasihan petani kita, meski panen melimpah, tapi
harga juga rendah. Terlebih kasihan lagi, jika sudah gagal panen tapi harga
juga rendah. Mana harga pupuk juga mahal, meskipun dengar-dengar sekarang
penjualan pupuk diberikan kepada kelompok tani di Unit Desa, pengairan sawah
pun juga antri dan membeli. Dimana perwujudan kata pemberdayaan untuk petani,
buruh tani yang dijanjikan Pak?
Wahai, calon pemimpin bangsa yang kami cintai,
Mohon dengan sangat, selalu rangkul kami rakyat kecil, para
pedagang kecil, nelayan, petani dan TKI yang selalu mencintai Bapak. Rakyat yang selalu
Bapak temui dalam setiap aksi blusukan yang kami nantikan. Pedulikan nasib kami Pak, permudah
pelayanan kesehatan dan pendidikan kami agar tak lagi terjajah dengan
kemiskinan dan kebodohan. Buatlah
kami tersenyum, ciptakan lapangan kerja agar kami bisa makan, berobat dan
sekolah.
Jadikan Indonesia ini lebih baik dan menjadi yang terbaik, negeri
yang mempunyai segudang prestasi di mata bangsa kita sendiri dan bangsa lain
tentunya.
Merdeka !!! Semangat selalu ya Pak ! Perjuangan harus berlanjut. PR
Bapak untuk untuk bangsa ini banyak sekali, terus maju, doa kami selalu
bersamamu. Saya sungguh salut dan kagum sama Bapak yang selalu mengutamakan
rakyat dan bangsa ini, semoga Alloh SWT mempermudah segalanya dan Bapak mampu
menyelesaikan segala permasalah dengan baik, arif dan bijaksana. Yakinlah Alloh
SWT selalu bersama orang yang sabar, jujur, ikhlas dan bertindak terpuji
seperti Bapak.
Saya berdoa semoga Bapak terpilih menjadi Presiden mengemban
amanah bangsa ini dan kami sangat berharap semoga Bapak dan seluruh pejabat
dari kalangan elit sampai pejabat desa mampu mengoptimalkan lagi kinerjanya di
semua bidang dan jangan terjadi KKN lagi dimanapun. Tolong, tindak tegas mereka
ya Pak.
Dan jika nanti berhasil menduduki RI 1, tetaplah seperti Bapak
Jokowi yang dulu, yang sederhana apa adanya, rendah hati, dekat dengan rakyat,
yang bukan hanya mendengar tapi juga mengutamakan
kepentingan rakyat. Semoga
Alloh SWT mendengar doa terbaik kita semua.
Di penghujung surat ini, saya ucapkan terima kasih karena Bapak
telah sudi membacanya, jika terpaksa Bapak tak bisa membacanya ya sudahlah
paling tidak saya sudah mencoba. Urusan gagal mah belakangan yang penting saya sudah action khan, daripada diam
merenungi nasib ini. Sekali lagi terima kasih banyak Bapak sudah mau mendengar
suara hati kami, rakyatmu. Saya sungguh bahagia, senang tiada terkira.
Semoga
kesehatan, keberuntungan dan keberkahan selalu mengiringi Pak Jokowi, keluarga
Bapak, semua pendukung Bapak, dan seluruh rakyat Indonesia. Aamiin.
Sekian surat dari saya, jika banyak kata yang
kurang berkenan dan menyakiti hati mohon dimaafkan. Terima kasih Bapak sudah
mau mendengar curhat saya. Kata hati rakyat kecil, seorang TKI, anak seorang buruh
tani yang belum berpendidikan tinggi.
Wassalaamu’alaykum
warohmatulloohi wa barokaatuh
Salam hormat,
Endang Dewi Supraptina
TKI Taiwan Purna
BIODATA
Nama : Endang Dewi Supraptina
Alamat : Jl. Tribusono 10, RT 02/RW 03 Cokromenggalan, Ponorogo
Email : seftina610@gmail.com
Tempat, Tgl Lahir : Madiun, 6 Oktober 1985
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No HP : 0856 4681 4110
Minat : Sosial Pendidikan Rakyat Kecil dan Buruh Migran
Alamat : Jl. Tribusono 10, RT 02/RW 03 Cokromenggalan, Ponorogo
Email : seftina610@gmail.com
Tempat, Tgl Lahir : Madiun, 6 Oktober 1985
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No HP : 0856 4681 4110
Minat : Sosial Pendidikan Rakyat Kecil dan Buruh Migran
Foto pelengkap :
Tidak ada komentar :
Posting Komentar