2 Des 2013

MEMBUAT KARTU NAMA via COREL DRAW X4

Ponorogo, 1 Desember 2013

Pukul 23.00 WIB


Wah menyenangkan sekali liat Name Card saya, welah .... Bagus banget .... ( dalam hati menurut saya hehe :P ). Awalnya sulitttttttttttt banget rasanya, udah mencoba Corel jadi ketagihan dech rasanya. Belajar mendesain membuat kartu nama dengan coreldraw.  Ikuti yah Sobat .........

Name Card Okty Seftyna

 

Membuat Kartu Nama dengan Coreldraw

1. Buka program CorelDraw

2. Tekan Ctrl + N untuk membuat file baru

3. Ubah setting Units menjadi centimenter

4. Pada toolbox klik Rectangle Tool dan buat kotak persegi panjang ukuran lebar 9 cm dan tinggi 5 cm lalu buat ujung kotak menjadi melengkung dengan Shape tool yang ada di toolbox, seperti ini

5. Lalu buat kurva tertutup dengan Bezier Tool di toolbox dan beri warna dengan Fountain Fill, hilangkan garis luar dengan cara klik Outline Tool dan pilih gambar tanda silang, hasilnya seperti dibawah ini

Membuat Kartu Nama dengan Coreldraw

6. Lalu klik Transparency di toolbox untuk membuat objek menjadi transparan, seperti ini

Membuat Kartu Nama dengan Coreldraw

7. Hasilnya seperti dibawah ini

Membuat Kartu Nama dengan Coreldraw

8. Buat lagi kurva tertutup dengan Bezier Tool seperti cara diatas
   (nomer 5 dan  nomor 6)

Membuat Kartu Nama dengan Coreldraw

9. Yang terakhir, buat teks / tulisan dengan Text tool, TARAAA....
    edit2 dan percantik
         
Aku bikin sesuai keingininan nich agak rame tapi enjoy aja, punya - sendiri edisi GAOEL. hehhe .

Selamat berkreasi yach Sobat .............

 

Kami ( Keluarga Migran Indonesia ) Ponorogo

Ini karya saya malam ini wahhhh cantikkk ... bagussss ... seraya mencium pipi Pangeran Tampan di sebelahku. Senangnya ditemani Sang Pujaan Hati Imam Syurgaku yang tercinta. Terimakasih Luvely Hubby

9 Nov 2013

Happy 2nd Wedding Anniversary Cinta






Ponorogo , 9112013 

Ya Alloh,
Jadikanlah pernikahan ini pernikahan yang barokah
Pembuka pintu rahmat bagi kami, keluarga kami dan seluruh ummat
Penyempurna keislaman, tempat menempa sabar dan syukur
Sekolah tempat belajar menjadi dewasa
Jalan menggapai cinta - Mu

Ya Alloh,
Ampuni dosa-dosa kami, maafkan segala khilaf kami
Luruskan niat kami, sucikan hati kami
Kuatkan tekad kami, bimbing kami
Lindungi kami dari segala tipu daya syaitan
Agar kami dapat menapaki jalan baru ini, demi menggapai ridho - Mu 

Ya Alloh,
Anugerahkan kepada kami pasangan hidup kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikan kami sebagai imam bagi orang-orang yang bertaqwa

Ya Alloh….
Andaikan semua ini layak bagi kami, cukupkanlah
permohonan ini dengan ridho – Mu

Jadikanlah kami sebagai suami istri yang saling mencintai dikala dekat,
Saling menjaga kehormatan dikala jauh 
Saling menghibur dikala duka, 
Saling mengingatkan dikala suka,
Saling mendoakan dalam kebaikan dan ketaqwaan, 
Saling menyempurnakan dalam beribadah.


Ya Alloh,
Sempurnakanlah kebahagiaan kami

Jadikan pernikahan ini sebagai ibadah kepada – Mu 
Bukti pengikat cinta kami kepada rosul – Mu


Ya Alloh,
Permudahkanlah kami untuk berbuat kebaikan di jalan – Mu

Anugrahilah kami keturunan putra putri yang sholeh sholehah
Beriman dan bertaqwa kepada – Mu, berbakti pada kami, selalu membawa berkah dan keberuntungan baik bagi dirinya sendiri, kami orangtuanya, juga seluruh keluarga kami dan dimanapun ia berada


Aamiin … Yaa Illahi Robby kabulkanlah do'a-do’a kami

With Full Of Love
Seftyan Farisi + Endang Dewi Supraptina

Ponorogo & Madiun


1 Jan 2013

Legenda Telaga Ngebel Ponorogo



Telaga Ngebel  adalah sebuah danau alami yang indah nan asri dikelilingi hutan cagar alam di Timur laut kota Ponorogo dan berada di kaki gunung  Wilis tepatnya di Kecamatan NgebelKabupaten Ponorogo. Letaknya yang hanya 20 KM dan dapat ditempuh kurang dari 1 jam dari pusat Kota Reog sehingga menjadikan danau ini sebagai alternative tujuan wisata yang cukup digemari warga Ponorogo dan sekitarnya.
Danau ini terbilang cukup luas, kelilingnya sekitar 5 KM. Dengan suhu antara 20 - 26 derajat celcius, suhu dingin nan sejuk membuat
pengunjung makin nyaman mengunjungi Telaga Ngebel. Selain Reog, Telaga Ngebel merupakan salah satu andalan wisata yang dimiliki Kabupaten Ponorogo. Pemasok air bagi Telaga Ngebel terdiri dari berbagai sumber. Sumber air yang cukup deras berasal dari Kanal Santen. Selain itu, juga terdapat sungai yang mengalirinya, dimana dibagian hulu sungai terdapat air terjun yang diberi nama Air Terjun Toyomarto.
Seperti kebanyakan tempat di Indonesia, terdapat cerita legenda mengenai asal mula telaga Ngebel. Bagaimana legenda asal mula Telaga Ngebel, berikut
kisahnya:

Di kaki Gunung Wilis bagian barat, ada seorang pertapa yang mempunyai seorang anak gadis. Gadis tersebut melakukan dosa yang sangat besar sehingga saat melahirkan, anak yang lahir bukanlah seorang bayi namun seekor ular naga yang kemudian diberi nama Baru Klinthing.

Baru Klinthing berharap menjadi manusia seutuhnya dan diakui anak oleh ayahnya. Sang ayah mau mengakui dengan syarat naga tersebut harus mampu melingkari gunung Wilis dengan tubuhnya.

Baru Klinthing pun bersemedi, tubuhnya menjadi naga raksasa dan hampir berhasil memutari gunung Wilis hingga hanya kurang sejengkal (sekilan dalam bahasa Jawa). Baru Klinthing menjulurkan lidahnya untuk menggenapi syarat itu, tiba tiba ayahnya menghunus keris dan memotong lidah Baru Klinthing sehingga upayanya gagal. Dia pun murka dan hendak menelan ayahnya.

”Anakku, aku memotong lidahmu karena lidah ular bercabang dua sedangkan lidah manusia tidak boleh bercabang dua, bersabarlah kelak Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Kuasa) akan menerimamu”, kata sang ayah .

Akhirnya Baru Klinthing meneruskan semedinya. Ratusan tahun kemudian penduduk desa di kaki gunung Wilis berburu ke hutan untuk pesta desa namun tak mendapat hasil. Karena lelah seorang penduduk membacok sebatang pohon yang anehnya mengeluarkan darah. Penduduk kemudian tahu bahwa pohon tersebut adalah seekor ular. Bukannya takut, mereka malah bersuka ria membunuh ular tersebut untuk diambil dagingnya kemudian pulang dan mengggelar pesta besar sambil memasak daging ular tersebut. Di tengah pesta datang seorang anak kecil dengan badan penuh luka meminta sedikit makanan. Sebenarnya anak tersebut adalah jelmaan Baru Klinthing, tubuhnya penuh luka akibat jasad naganya diambil dan dikuliti oleh penduduk desa.

Bukannya berbelas kasihan, penduduk desa malah mencaci maki dan melempari anak tersebut tanpa diberi makan sedikitpun. Ada seorang janda tua bernama Nyai Latung merasa kasihan sehingga jatah makanannya ia berikan padanya.

Anak tersebut kemudian berkata kepada Nyai Latung.

 ”Mbok, baik benar hatimu, sekarang pulanglah! nanti kalau terjadi huru hara jangan takut dan jangan gentar, naiklah ke lesung (tempat menumbuk padi jaman dahulu yang berbentuk seperti perahu) dan peganglah enthong (alat mengambil nasi yang mirip dayung perahu) aku hendak memberi pelajaran manusia serakah dan tak kenal belas kasihan ini".

Nyai Latung pun pulang meski dengan hati yang heran. Anak kecil jelmaan Baru Klinthing kemudian pergi ke tengah keramaian pesta, sambil membawa sekerat daging besar dan ia memutuskan untuk membuat sayembara.
Dia berkata, ”Aku punya sekerat daging besar, siapa bisa mencabut lidi yang aku tancapkan akan aku beri daging ini, kalau gagal akan aku minta daging kalian”. 
Tantangan ini disambut antusias penduduk desa yang serakah. Hal aneh terjadi, sebatang lidi yang ditancapkan ke tanah tak bisa dicabut meski oleh orang paling kuat. Akhirnya penduduk desa semua berkumpul ke tempat tersebut.
Saat semua telah berkumpul anak jelmaan Baru Klinthing berkata, ”Manusia serakah dan tak kenal belas kasihan, dagingku kalian ambil tapi sedikitpun kalian tak sudi memberiku, anak yang sedang kelaparan, terimalah ini pembalasanku”.
Tidak ada yang berhasil mencabutnya. Bocah ajaib itulah yang berhasil mencabutnya. Sambil mencabut lidi yang ditancapkannya, bumi bergoncang dan langit gelap gulita, bekas lidi tersebut mengeluarkan air deras yang luar biasa. Penduduk berlarian mencari keselamatan namun tanah retak dimana mana dan segera tertelan bumi. Desa tersebut tenggelam  air pun menggenang dan membentuk sebuah Telaga dan penduduk mati tenggelam.
Nyai Latung selamat dari terjangan air bah karena mendengar pesan dari Baru Klinthing. Tanah desa tersebut kemudian menjadi daerah berair mengeluarkan bau menyengat (dalam bahasa Jawa disebut ngembel) dan sampai sekarang daerah tersebut kemudian diberi nama Ngebel.

Legenda Telaga Ngebel ini konon terkait erat dan memiliki peran penting dalam sejarah Kabupaten Ponorogo. Konon salah seorang pendiri Kabupaten ini yakni Batoro Katong. Sebelum melakukan syiar Islam di Kabupaten Ponorogo, Batoro menyucikan diri terlebih dahulu di mata air, yang ada di dekat Telaga Ngebel yang kini dikenal sebagai Kucur Batoro.

Legenda ini saya rangkum dari berbagai sumber sebagai penghargaan khazanah budaya bangsa. Ada beberapa versi berbeda dalam setiap legenda namun bertujuan sama yakni mengambil hikmah di dalamnya karena legenda menekankan aspek pendidikan moral, jangan dipertentangkan dengan aspek realitas historis (kebenaran dari segi ilmiah dan sejarah).

Pesan moral yang bisa diambil : Kelaliman, keserakahan dan keangkuhan akhirnya mendapat hukuman / balasan, yang akibatnya tak hanya merugikan ‘si Angkuh” sendiri, tapi juga orang lain di sekitarnya. Oleh karena itu, jangan sombong jangan terlalu meremehkan orang kecil, lemah atau buruk penampilannya. Karena bisa jadi, orang itu menyimpan suatu kelebihan pada dirinya. Legenda ini mirip sekali dengan Rawapening di Jawa Tengah.

Referensi : 
dan masih ada lainnya










Aku, Kau dan Ponorogo


Kalo ditanya hal apa yang saya ingat dari Ponorogo, pasti saya langsung nyeplos Suamiku, Sekolahku, Reog, Alun-Alun, Telaga Ngebel, ngopi, Masjid Agung, Gontor, Masjid Tegalsari, Makam Batoro Katong, sate ayam, sate kambing, dawet dan lain-lain. Haizzzz mari kita simak.
Meskipun saya lahir di Madiun, tapi saya keturunan Ponorogo (ayah asli Ponorogo) dan alhamdulillah suami saya juga warga Ponorogo, sehingga setelah menikah saya pun diharuskan ikut  suami pindah kependudukan dan ber-KTP-kan Ponorogo dan sampai sekarang menetap di Kota Reog tercinta ini entah untuk berapa lama, karena rumah saya ada di Madiun. Semoga dimampukan oleh Alloh untuk membeli properti, rumah, tanah atau toko di kota yang lebih ramai daripada di rumah saya (Desa Lembah,  perbatasan Ponorogo-Madiun, Dolopo-Kebonsari).
Kantor dan wilayah kerja suami yang berada di Ponorogo bagian selatan menjadikan saya mau tidak mau harus berada di sini, karena sungguh sangat kasihan jika harus melihat suami dengan perjalanan jauh, terburu-buru mengejar waktu apalagi naik sepeda motor ngebut yang bikin saya was-was, tak tenang di rumah. Lagian bisa juga irit bensin dan bisa bangun agak siang (welah efek sampingnya hehe).
Memasuki Kota Ponorogo, ini adalah pemandangan pertama foto tugu Reog Perbatasan Madiun dan kita akan segera  memasuki kawasan Ponorogo. Tugu ini berada di Mlilir-Ngepos Babadan. Berdekatan dengan  pos polisi pertama dekat perempatan Ngepos yang sering ada cegatan (wow, ketahuan SIM-ku Madiun mati dan masih kesusahan buat SIM di Ponorogo hehe). Dan saya pun pernah kena razia karena lampu lupa dinyalakan saat siang hari, STNK ditilang malah akhirnya hilang di Pengadilan Ponorogo. Alamak apes tenan.
Menapaki jalan Ponorogo-Madiun, semakin ke selatan, ada Ponpes Al Ikhlas yang bernuansa hijau, setelah itu kita akan melewati Balai Desa Babadan, SMP 1 Babadan, Ponpes Al Mawaddah akan ada Terminal Seloaji.
MAN 1 Ponorogo , Pabrik Es dan Pos Polisi di dekat perempatan yang di sana saya juga beberapa kali ditilang gara-gara menolong teman tapi membawa kesialan karena teman tak pernah bawa helm (haha Pahlawan kesiangan). Ini cerita saat saya bersekolah di MAN 2 Ponorogo dulu, di sebelahnya ada Masjid Baitur Rohman, depannya  ada SMKN  PGRI 1 Ponorogo dan berjejer toko bunga (nostalgia euy).
Ada Patung Sukowati, tempat saya janjian dengan mantan pacar yang kini menjadi imam syurga saya ini dan rumah mertua berada tak jauh, di dekatnya.
Tak di sangka pula , setelah menikah usaha Warnet saya di Jalan Semeru 07 yang kini tempatnya sudah dibeli oleh mantan  Bupati Ponorogo, saat beliau masih hidup. Sehingga dengan angat terpaksa, kami harus mengikhlaskan tempat kontrakan, meninggalkan pelanggan setia dan harus putar otak  memulai lagi mencari tempat, suasana dan pelanggan warnet baru.
Ternyata, di Kota daerah Kepatihan kurang lebih berjarak 1 km dari Alun-Alun Kota Ponorogo, 5 menit sampai Alun-Alun dengan berjalan kaki. Mendapatkan tempat baru, dekat dengan SMP 2 Ponorogo, SMP  4 Ponorogo, SD dan SMEA PGRI menjadikan warnet kami setiap hari selalu penuh dengan anak-anak yang bermain dan mengerjakan tugas dan ini adalah rezeki dan kegembiraan saya sebagai aktivitas saat jenuh di saat suami bekerja.
Di sini pula, saya mengenal sahabat baik (Mbak Liz) dan mengenal organisasi Buruh Migran (KAMI) yang di dalamnya ada Mbak Ulul (orang Madiun) dan banyak BMI Purna lainnya. Untuk orang di sekitar, banyak ibu-ibu yaasiin-an dan arisan yang biasanya ngobrol cuman seputar masak-memaskan dan ngegosip wahahaha.
Karena merasa masih muda (lebay hehe), saya memang cocok ngobrol ya dengan yang muda. Al hasil anak-anak sekolah yang asli warga sini dan anak SMP 2, SMP 4, SMP 6, SD serta SMEA PGRI-lah teman saya setiap harinya. Dan, menjadi operator warnet, menjadikan saya juga merangkap sebagai Guru Gratis, karena ngerjain tugas bisa dipesan, via sms, fb atau Whatsapp hehe. Canggih bin malas ya anak sekarang. Padahal, kalau teringat zaman saya sekolah buku harus pinjam sana pinjam sini (bagi yang tak mampu membeli buku bacaan seperti saya ini), belum lagi jika mengerjakan soal lima saja, tak semua soal ada jawabannya dalam satu buku hehe. Harus rajin baca, bolak balik halaman dan telaten. Tak ada yang instan, seperti sekarang ini mencari jawaban via Mbah Google. Nah, kalau dulu pengin jawaban benar untuk soal yang sulit ya haru mencari yang lebih pintar, kakak yang juara kelas atau Guru misalnya. Jadi, sangat amat beruntung sekali menurut saya jika menjadi anak seorang Guru dan nantinya bisa kuliah (wahhhh banget …. Gitu lhoh).
Ups, lucu. Saat pertama memasuki area perkotaan, awalnya kami berdua belum terbiasa, terlebih saya yang dari desa. Daerah tinggal suami saya (rumah mertua), meskipun di kota tapi tak seperti ini. Memang sangat aneh bagi kami, tinggal di kota yang serasa diacuhkan, tak seperti di desa. Akan tetapi, pada akhirnya kami malah nyaman dengan suasana ini. Mau keluar jam berapa pun, mau ngapain aja ndak peduli, tetangga ra ngurus hehe.
Tinggal di Kota, dekat dengan Alun-Alun, tempat kuliner dan tempat belanja mempunyai banyak keuntungan untuk menjadi konsumen sejati. Apapun tersedia, tinggal kring diantar pula. Tapi, ini juga bisa menjadi bumerang saat bokek alias kantong kering tak punya uang. Kalau di desa sering ada kenduri, minta bawang, atau bumbu masak sama tetangga biasa, di kota mah gengsi hehe.
Setelah memarkir kendaraan di tepi jalan dengan rapi, kami pun memasuki Alun-Alun Ponorogo. Di bagian tepi alun-alun berdiri beberapa warung kakilima yang terlihat berbaris rapi. Sepertinya telah dilakukan penataan agar kawasan alun-alun tidak terkesan kumuh dan terlihat lebih menarik. Meskipun penataan warung kakilima sudah cukup baik dan lebih rapi,tenda-tenda yang digunakan masih asal-asalan dan tidak seragam. Mungkin hal ini menjadi catatan agar dilakukan penyeragaman tenda agar terlihat lebih rapi dan menarik. Harga yang ditawarkan oleh warung tersebut terbilang cukup murah dan tidak terlampau mahal seperti yang biasa kita temui di kota-kota besar dan kota wisata.
Patung di Panggung Alun-Alun Ponorogo Kami sempat membeli minuman sambil melepas lelah di salah satu warung kakilima yang buka pada siang hari. Selanjutnya kami mencoba berkeliling kawasan Alun-Alun Ponorogo. Pada bagian tengah alun-alun tampak kosong dan hanya ditanami rumput-rumput biasa. Suasana Alun-Alun Ponorogo saat siang cukup sepi dan kemungkinan akan terlihat ramai ketika menjelang sore hari.
Pemandangan gedung pemerintah kabupaten Ponorogo yang menjulang tinggi diantara bangunan kecil terlihat mencolok dari Alun-Alun Ponorogo. Pada sebuah sisi alun-alun terdapat pendopo kecil yang dapat digunakan untuk bersantai. Menurut informasi yang ada, di area tersebut disediakan akses internet gratis melalui wifi dan colokan listrik.
Pada sisi sebaliknya terdapat panggung yang cukup besar dan didominasi cat berwarna hitam. Pada bagian atas panggung terdapat papan melingkar bertuliskan semboyan kabupaten Ponorogo dalam bahasa Jawa. Panggung ini sering digunakan untuk acara konser musik, pertunjukan wayang, pertunjukan ketoprak, dan sebagainya. Setelah puas berkeliling Alun-Alun Ponorogo, kami pun menuju ke Masjid Agung Ponorogo yang ada diseberang alun-alun untuk beribadah dan meneruskan perjalanan menuju ke Yogyakarta.
Beragam fasilitas yang tersedia di kawasan Alun-Alun Ponorogo memang cukup menarik. Sebagai salah satu kota yang masih kental dengan budayanya, Ponorogo menjadi salah satu ikon kota budaya di Jawa Timur. Alangkah baiknya bila kesenian khas daerah secara rutin dipentaskan di kawasan alun-alun setiap minggu. Selain melestarikan budaya juga menarik wisatawan untuk datang ke kota ini.