
Danau ini terbilang cukup
luas, kelilingnya sekitar 5 KM. Dengan suhu antara 20 - 26 derajat celcius,
suhu dingin nan sejuk membuat
pengunjung makin nyaman mengunjungi Telaga
Ngebel. Selain Reog, Telaga Ngebel merupakan salah satu andalan wisata yang
dimiliki Kabupaten Ponorogo. Pemasok air bagi Telaga Ngebel terdiri dari
berbagai sumber. Sumber air yang cukup deras berasal dari Kanal Santen. Selain
itu, juga terdapat sungai yang mengalirinya, dimana dibagian hulu sungai
terdapat air terjun yang diberi nama Air Terjun Toyomarto.
Seperti kebanyakan tempat di Indonesia,
terdapat cerita legenda mengenai asal mula telaga Ngebel. Bagaimana legenda
asal mula Telaga Ngebel, berikut
kisahnya:
Di kaki Gunung Wilis bagian barat, ada
seorang pertapa yang mempunyai seorang anak gadis. Gadis tersebut melakukan
dosa yang sangat besar sehingga saat melahirkan, anak yang lahir bukanlah
seorang bayi namun seekor ular naga yang kemudian diberi nama Baru Klinthing.
Baru Klinthing berharap menjadi manusia
seutuhnya dan diakui anak oleh ayahnya. Sang ayah mau mengakui dengan syarat
naga tersebut harus mampu melingkari gunung Wilis dengan tubuhnya.
Baru Klinthing pun bersemedi, tubuhnya
menjadi naga raksasa dan hampir berhasil memutari gunung Wilis hingga hanya
kurang sejengkal (sekilan dalam bahasa Jawa). Baru Klinthing menjulurkan
lidahnya untuk menggenapi syarat itu, tiba tiba ayahnya menghunus keris dan
memotong lidah Baru Klinthing sehingga upayanya gagal. Dia pun murka dan hendak
menelan ayahnya.
”Anakku, aku memotong lidahmu karena
lidah ular bercabang dua sedangkan lidah manusia tidak boleh bercabang dua,
bersabarlah kelak Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Kuasa) akan
menerimamu”, kata sang ayah .
Akhirnya Baru Klinthing meneruskan semedinya. Ratusan tahun
kemudian penduduk desa di kaki gunung Wilis berburu ke hutan untuk pesta desa
namun tak mendapat hasil. Karena lelah seorang penduduk membacok sebatang pohon
yang anehnya mengeluarkan darah. Penduduk kemudian tahu bahwa pohon tersebut
adalah seekor ular. Bukannya takut, mereka malah bersuka ria membunuh ular
tersebut untuk diambil dagingnya kemudian pulang dan mengggelar pesta besar
sambil memasak daging ular tersebut. Di tengah pesta datang seorang anak kecil
dengan badan penuh luka meminta sedikit makanan. Sebenarnya anak tersebut
adalah jelmaan Baru Klinthing, tubuhnya penuh luka akibat jasad naganya diambil
dan dikuliti oleh penduduk desa.
Anak tersebut kemudian berkata kepada
Nyai Latung.
”Mbok, baik benar hatimu, sekarang pulanglah! nanti kalau terjadi huru
hara jangan takut dan jangan gentar, naiklah ke lesung (tempat menumbuk padi
jaman dahulu yang berbentuk seperti perahu) dan peganglah enthong (alat
mengambil nasi yang mirip dayung perahu) aku hendak memberi pelajaran manusia
serakah dan tak kenal belas kasihan ini".
Nyai Latung pun pulang meski dengan hati
yang heran. Anak kecil jelmaan Baru Klinthing kemudian pergi ke
tengah keramaian pesta, sambil membawa sekerat daging besar dan ia
memutuskan untuk membuat sayembara.
Dia berkata, ”Aku punya sekerat daging
besar, siapa bisa mencabut lidi yang aku tancapkan akan aku beri daging ini,
kalau gagal akan aku minta daging kalian”.
Tantangan ini disambut antusias
penduduk desa yang serakah. Hal aneh terjadi, sebatang lidi yang ditancapkan ke
tanah tak bisa dicabut meski oleh orang paling kuat. Akhirnya penduduk desa
semua berkumpul ke tempat tersebut.
Saat semua telah berkumpul anak jelmaan
Baru Klinthing berkata, ”Manusia serakah dan tak kenal belas kasihan, dagingku
kalian ambil tapi sedikitpun kalian tak sudi memberiku, anak yang sedang kelaparan,
terimalah ini pembalasanku”.
Tidak ada yang berhasil
mencabutnya. Bocah ajaib itulah yang berhasil mencabutnya. Sambil mencabut lidi yang
ditancapkannya, bumi bergoncang dan langit gelap gulita, bekas lidi tersebut
mengeluarkan air deras yang luar biasa. Penduduk berlarian mencari keselamatan
namun tanah retak dimana mana dan segera tertelan bumi. Desa tersebut tenggelam
air pun menggenang dan membentuk sebuah
Telaga dan penduduk mati tenggelam.
Nyai Latung selamat dari terjangan air
bah karena mendengar pesan dari Baru Klinthing. Tanah desa tersebut kemudian
menjadi daerah berair mengeluarkan bau menyengat (dalam bahasa Jawa disebut
ngembel) dan sampai sekarang daerah tersebut kemudian diberi nama Ngebel.
Legenda Telaga Ngebel ini
konon terkait erat dan memiliki peran penting dalam sejarah Kabupaten Ponorogo.
Konon salah seorang pendiri Kabupaten ini yakni Batoro Katong. Sebelum
melakukan syiar Islam di Kabupaten Ponorogo, Batoro menyucikan diri terlebih
dahulu di mata air, yang ada di dekat Telaga Ngebel yang kini dikenal sebagai
Kucur Batoro.
Legenda ini saya rangkum dari berbagai
sumber sebagai penghargaan khazanah budaya bangsa. Ada beberapa versi berbeda
dalam setiap legenda namun bertujuan sama yakni mengambil hikmah di dalamnya
karena legenda menekankan aspek pendidikan moral, jangan dipertentangkan dengan
aspek realitas historis (kebenaran dari segi ilmiah dan sejarah).
Pesan moral yang bisa diambil : Kelaliman,
keserakahan dan keangkuhan akhirnya mendapat hukuman / balasan, yang akibatnya
tak hanya merugikan ‘si Angkuh” sendiri, tapi juga orang lain di sekitarnya.
Oleh karena itu, jangan sombong jangan terlalu meremehkan orang kecil, lemah
atau buruk penampilannya. Karena bisa jadi, orang itu menyimpan suatu kelebihan
pada dirinya. Legenda ini mirip sekali dengan Rawapening di Jawa Tengah.
Referensi :
dan masih ada lainnya
1 komentar :
Eh Emak Mugniar, injeh benar.
Iyapz barusan main ke sana baru beberapa bulan ini.
Mantabz banged, Pak Dhe Cholik emang keren
Iki dirasani ibu-ibu kerasa ndak ya hehe
Posting Komentar